Sabtu, 04 Desember 2010

Karikatur




Rabu, 24 November 2010

Anda tahu kenapa Indonesia tidak menjadi negara maju?


Karena rakyat Indonesia sejak dini sudah didoktrin dengan lagu2 yang
tidak bermutu & mengandung banyak kesalahan, mengajarkan kerancuan, Dan
menurunkan motivasi.
Mari Kita buktikan :
Lagu pertama:
"Balonku Ada 5… Rupa-rupa warnanya… Merah, kuning, kelabu…..
Merah muda Dan biru …
Meletus balon hijau , dorrrr!!!"
Perhatikan warna-warna kelima balon tsb, kenapa tiba2 muncul warna
hijau?
Jadi jumlah balon sebenarnya Ada 6, bukan 5 ! -:)
Lagu kedua:
"Aku seorang kapiten… Mempunyai pedang panjang…
Kalo berjalan prok..prok.. Prok… Aku seorang kapiten!"
Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait
Kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi) Harusnya dia tetap
konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia
bernyanyi : "mempunyai sepatu Baja (bukan pedang panjang).. Kalo berjalan
prok..prok. . Prok.." nah, itu baru klop!
Jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi :
"mempunyai pedang panjang… Kalo berjalan ndul…gondal. .gandul.. Atau
srek.. Srek.. Srek.." itu baru sesuai dgn kondisi pedang panjangnya!
Lagu ketiga:
"Bangun tidur Ku terus mandi.. Tidak lupa menggosok gigi.. Habis mandi
Ku tolong ibu.. Membersihkan tempat tidurku.." Perhatikan setelah habis
mandi langsung membersihkan tempat tidur.
Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam
menyelesaikan tugasnya Dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si
anak pakai baju dulu Dan tidak langsung membersihkan tempat tidur
dalam kondisi basah Dan telanjang!
Lagu keempat:
"Naik-naik ke puncak gunung.. Tinggi.. Tinggi sekali..kiri kanan
kulihat saja.. Banyak pohon
Cemara..2X"
Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat Dan
motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang
tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki
lalu jadi bingung Dan gak tau mau berbuat apa, bisanya cuma noleh ke
kiri ke kanan aja, gak maju2!
Lagu kelima:
"Naik kereta api tut..tut..tut. . . Siapa hendak turut ke Bandung ..
Sby.. Bolehlah naik dengan percuma..ayo kawanku lekas naik.. Keretaku tak
berhenti lama"
Nah, yg begini ini yg parah! Mengajarkan anak-anak kalo sudah
Dewasa maunya gratis melulu.
Pantesan PJKA rugi terus! Terutama jalur Jakarta-Malang Dan
Jakarta-Surabaya!
Lagu keenam:
"Di pucuk pohon cempaka.. Burung kutilang berbunyi.. Bersiul2 sepanjang
Hari dg tak
Jemu2..mengangguk2 sambil bernyanyi tri li li..li..li.. Li..li.."
Ini juga menyesatkan Dan tidak mengajarkan kepada anak2 akan realita yg
Sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. Cuit!
Kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang (catatan: acara
lagu anak2 dgn presenter Agnes Monica waktu dia masih kecil adalah tra
la la tri li li!), bukan burung!
Lagu ketujuh
"Pok am¨¦ am¨¦.. Belalang kupu2.. Siang makan nasi, kalo malam
minum Susu.."
Ini jelas lagu dewasa Dan tidak konsumsi anak2!
Karena yg disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan
anak Kecil.
Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem
ya Minum susu!
Lagu kedelapan
"Nina bobo Nina bobo oh Nina bobo… Kalau tidak bobo digigit nyamuk"
Menurut psikolog: jadi sekian tahun anak2 Indonesia diajak tidur dgn
lagu yg penuh nada mengancam. Dan justru waktu tidur Kita sering digigit
nyamuk
Lagu kesembilan:
"Bintang kecil dilangit yg biru…"
Ini menunjuk pada sesuatu yang tidak pada kenyataan Dan membingungkan
Bintang khan adanya malem, lah kalo malem kok warna langitnya biru?
Lagu Kesepuluh:
"Ibu Kita Kartini…harum namanya"
Mana yang benar… Tidak pernah memperoleh penjelasan Ibu Kita itu
namanya Kartini atau Harum?
Lagu kesebelas:
"Pada Hari minggu kuturut ayah ke kota …naik delman istimewa kududuk
di muka"
Apakah memang anak harus duduk di depan? Seperti Kita lihat mereka yang
menggunakan sepeda motor sekarang ini…. Anak selalu di depan
Lagu keduabelas
"Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun Kita…"
Kalo mau nanam jagung, ngapain dalam-dalam emang MO bikin sumur?
Mungkin yang inilah yang membuat Kita-Kita ini semua sekarang menjadi orang
yang tidak bisa berpikir jernih

  Kelaparan dimana-mana
Pada saat pembagian sembako banyak yang tewas
 Banyak pengemis beredar Dijalanan
Sampah Begitu banyak menyebabkan Banjir











Selasa, 23 November 2010

Kabupaten Kepulauan Meranti


Kabupaten Kepulauan Meranti adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia, ibu kotanya adalah Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari Pulau Tebingtinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi. Adapun nama Meranti diambil dari nama gabungan Pulau Merbau, Ransang dan Tebingtinggi.

Tuntutan pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti sudah diperjuangkan oleh masyarakat sejak tahun 1957. Seruan pemekaran kembali diembuskan tahun 1970 dan 1990-an hingga tahun 2008. Yang merupakan satu-satunya kawedanan di Riau yang belum dimekarkan saat itu.
Pada tanggal 19 Desember 2008, DPR RI mengesahkan pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti di Riau yang terpisah dari Kabupaten Bengkalis.
Dalam wacana kedepan masih ada 4 kecamatan dalam tahap pemekaran yaitu Kecamatan Merbau Utara, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kecamatan Tebing Tinggi Tengah dan Ransang Tengah.
Dasar Hukum berdirinya Kabupaten Meranti adalah UU Nomor 12 Tahun 2009, tanggal 16 Januari 2009. Luas Kabupaten Meranti : 3707,84 km2, sedangkan luas Kota Selat Panjang adalah 849,50 km2.
Drs H. Syamsuar, Msi. adalah Plt. Bupati Kepulauan Meranti, walaupun Plt. tetap saja Drs H. Syamsuar, Msi. sebagai orang yang pertama kali menjabat Bupati Kepulauan Meranti yang dilantik pada hari Selasa, 26 Mei 2009, oleh Mendagri Mardiyanto di Jakarta, sedangkan Drs. Irwan Nasir, Msi. dan Drs. Masrul Kasmy, Msi. adalah Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada Pilkada yang dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2010 sekaligus Bupati dan Wakil Bupati Pertama di Kabupaten Kepulauan Meranti yang dilantik pada hari Jum'at, 30 juli 2010 oleh Gubernur Riau, H. Rusli Zainal atas nama Mendagri di Selatpanjang. Sebagai Pemimpin Baru Kabupaten Kepulauan Meranti periode 2010-2015 dengan meraih 28.086 suara atau 32,96 persen dari suara sah dalam Pilkada Kabupaten Kepulauan Meranti yang diikuti 5 pasangan calon Bupati/ Wakil Bupati.
Kec yang termasuk kab.kep meranti


Ibu kota kab.kep Meranti


RSUD Terbesar Di kab.Kep Meranti






Minggu, 21 November 2010

Contoh Surat Resmi

SELATPANJANG, November 2010
PERIHAL : Lomba Busana Muslim

Kepada .YTH :
Kepala Dinas Pendidikan,Kebudayaan,
Pariwisata,Pemuda Dan Olah Raga
Kab.Kepulauan Meranti
Di
Tempat.



Dengan Hormat
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam I Muharam kami dari Organisasi Tiara Kusuma Memberitahukan kepada Bapak bahwa kami bermaksud untuk melestarikan dan mengembangakan cara bermusana muslim dari usia dini sehingga nilai-nilai norma agama kita pertahankan dan kita Kembangkan dalam kehidupan kita dewasa ini.
Berbagai upaya yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan dan kita kembangkan nilai-nilai norma agama tersebut. Dengan salah satu cara mengadakan lomba busana muslim, Kami atas Nama Tiara Kesuma Insya Allah Mengadakan Kegiatan tersebut diatas.
Dengan ini Kami sangat berharap Sekali partisipasi bapak Untuk mengimbau Sekolah Dari tingkat SD, SMP, SMA Untuk ikut Serta Dalam Perlombaan ini.
Demikianlah Yang Dapat kami Sampaikan Kepada Bapak Atas Partisipasinya kami Ucapkan Terima kasih.



Hormat Kami
Ketua PelaksanaSekretaris
Hj. NurmaharaniErwani Spd

Jumat, 19 November 2010

Romeo and Juliet

romeo and juliet lived in Verona, they met at a party and fell in love at first sight.
their families hostile.
and they married in secret with the help of the pastor and his friend Laurance.
One day meeting with mercutio cousin romeo juliet and their fight using swords, and mercutio killed.
romeo very sorry and save himself by leaving the city of Verona.
romeo juliet with a secret visit at night.
Capulet family wants quick juliet marry juliet family friend but not of agreed and planned with Laurance to take medication to sleep forever and give this idea to the romeo and this idea was not until the letter to romeo.
night before the wedding juliet juliet take that medicine and slept like the dead and the wedding was canceled.
romeo to come and see dead bodies and romeo juliet feel frustrated and he committed suicide, when juliet romeo dead awake to see it too, committed suicide and the couple had died together.

Senin, 15 November 2010

Kerajaan Dharmasraya

Dharmasraya merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera[1], nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Coladewa raja Chola dari Koromandel pada tahun 1025.

Awal Mula
Munculnya Wangsa Mauli
Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Coladewa, raja Chola telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun 1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ia mendapat kiriman Arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Kertanagara raja Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di Dharmasraya.
Dharmasraya dalam Pararaton merupakan ibukota dari negeri bhūmi mālayu. Dengan demikian, Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan jelas.
Yang menarik di sini adalah daerah kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah mencapai Grahi, yang terletak di selatan Thailand (Chaiya sekarang). Itu artinya, setelah Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangkit kembali sebagai penguasa Selat Malaka. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak dapat dipastikan, dari catatan Cina [2] disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari Chen-pi (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts'i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari Pa-lin-fong (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.
Istilah Srimat yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja dan Tribhuwanaraja berasal dari bahasa Tamil yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali Kerajaan Malayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah Srimat Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi.
Daerah Kekuasaan Dharmasraya
Dalam naskah berjudul Chu-fan-chi karya Chau Ju-kua tahun 1225[3] disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan, yaitu Che-lan (Kamboja), Kia-lo-hi (Grahi, Ch'ai-ya atau Chaiya selatan Thailand sekarang), Tan-ma-ling (Tambralingga, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka, selatan Thailand), Ki-lan-tan (Kelantan), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun, daerah Terengganu sekarang), Tsien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai Paka, pantai timur semenanjung malaya), Pong-fong (Pahang), Lan-mu-li (Lamuri, daerah Aceh sekarang), Kien-pi (Jambi), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-to (Sunda), dan dengan demikian, wilayah kekuasaan San-fo-tsi membentang dari Kamboja, Semenanjung Malaya, Sumatera sampai Sunda.
San-fo-tsi
Istilah San-fo-tsi pada zaman Dinasti Song sekitar tahun 990–an identik dengan Sriwijaya. Namun, ketika Sriwijaya mengalami kehancuran pada tahun 1025, istilah San-fo-tsi masih tetap dipakai dalam naskah-naskah kronik Cina untuk menyebut Pulau Sumatra secara umum. Apabila San-fo-tsi masih dianggap identik dengan Sriwijaya, maka hal ini akan bertentangan dengan prasasti Tanyore tahun 1030, bahwa saat itu Sriwijaya telah kehilangan kekuasaannya atas Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain itu dalam daftar di atas juga ditemukan nama Pa-lin-fong yang identik dengan Palembang. Karena Palembang sama dengan Sriwijaya, maka tidak mungkin Sriwijaya menjadi bawahan Sriwijaya.
Kronik Cina mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan, masing-masing dari Kien-pi (Jambi) dan Pa-lin-fong (Palembang)[4].
Dalam berita Cina yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa Kerajaan San-fo-tsi tahun 1082 mengirim duta besar ke Cina yang saat itu di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, dan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan pengiriman utusan selanjutnya tahun 1088.
Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan Ma-la-yu ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya.
Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan Kerajaan Dharmasraya, karena saat itu masa kejayaan Sriwijaya sudah berakhir.
Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna Sriwijaya tetap digunakan dalam berita Cina untuk menyebut Pulau Sumatera secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman Majapahit dan Dinasti Ming. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul Nagarakretagama tahun 1365 sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan Palembang.
Ekspedisi Pamalayu
Dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Pararaton menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan utusan dari Jawa ke Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang, kemudian ditahun 1286 Kertanagara kembali mengirimkan utusan untuk mengantarkan Arca Amoghapasa yang kemudian dipahatkan pada Prasasti Padang Roco di Dharmasraya ibukota bhumi malayu sebagai hadiah dari kerajaan Singhasari dan tim ini kembali ke pulau Jawa pada tahun 1293 sekaligus membawa dua orang putri dari Kerajaan Melayu yakni bernama Dara Petak dan Dara Jingga. Kemudian Dara Petak dinikahkan oleh Raja Raden Wijaya yang telah menjadi raja Majapahit penganti Singhasari, dan pernikahan ini melahirkan Jayanagara, raja kedua Majapahit. Sedangkan Dara Jingga dinikahkan dengan sira alaki dewa ( orang yang bergelar dewa) dan kemudian melahirkan Tuhan Janaka atau Mantrolot Warmadewa yang identik dengan Adityawarman[5] dan kelak menjadi raja Pagaruyung.
Penaklukan Majapahit
Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebut Negeri Melayu sebagai salah satu di antara sekian banyak negeri jajahan Kerajaan Majapahit.[6] Namun interpretasi isi yang menguraikan daerah-daerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti ini masih kontroversial, sehingga dipertentangkan sampai hari ini. Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit, sekaligus melakukan beberapa penaklukan yang dimulai dengan menguasai Palembang[2]. Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan menyebut nama Arya Damar sebagai Bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343[7]. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman[5].
Dari Dharmasraya ke Malayapura
Setelah membantu Majapahit dalam melakukan beberapa penaklukan, pada tahun 1347 tahun masehi atau 1267 tahun saka, Adityawarman memproklamirkan dirinya sebagai Maharajadiraja dengan gelar Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Mauli Warmadewa dan menamakan kerajaannya dengan nama Malayapura[8] dan kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu sebelumnya dan memindahkan ibukotanya dari Dharmasraya ke daerah pedalaman Minang (Pagaruyung atau Suruaso)[9]. Dengan melihat gelar yang disandang Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya, Mauli merujuk garis keturunannya kepada Bangsa Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk penguasa Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini tentu sengaja dilakukan untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa di Swarnnabhumi.
Walaupun ibukota kerajaan Melayu telah dipindahkah ke daerah pedalaman, di Dharmasraya tetap dipimpin oleh seorang Maharaja Dharmasraya tetapi statusnya berubah menjadi raja bawahan, sebagaimana tersebut pada Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman[10].

Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.[1]
Awal mula
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Di awal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.
Masa kejayaan
Sultan Iskandar Muda
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.
Kemunduran
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].
Perang Aceh
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh


Tuanku Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh yang terakhir.
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Kerajaan Melaka

Kesultanan Melaka (1402 - 1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putra Melayu berketurunan Sriwijaya.
Parameswara merupakan turunan ketiga dari Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana (Sang Nila Utama), seorang penerus raja Sriwijaya[1]. Sang Nila Utama mendirikan Singapura Lama dan berkuasa selama 48 tahun. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (1372 – 1386) yang kemudian diteruskan oleh cucunya, Paduka Seri Rana Wira Kerma (1386 – 1399). Pada tahun 1401, Parameswara putra dari Seri Rana Wira Kerma, mengungsi dari Tumasik setelah mendapat penyerangan dari Majapahit.[2].
Ibu kota kerajaan ini terdapat di Melaka, yang terletak pada Selat Malaka. Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Malaka runtuh setelah ibukotanya direbut oleh Portugis pada tahun 1511.

Kejayaan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka di sebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1403. Salah seorang dari sultan Malaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Malaka. Malaka mendapat perlindungan dari Cina yang merupakan pemegang kekuasaan terbesar di dunia pada masa itu untuk menghindari serangan Siam.
Sejarah
Parameswara pada awalnya menjadi raja di Singapura pada tahun 1390-an. Negeri ini kemudian diserang oleh Jawa dan Siam, yang memaksanya pinda lebih ke utara. Kronik Dinasti Ming mencatat Parameswara telah tinggal di ibukota baru di Melaka pada 1403, tempat armada Ming yang dikirim ke selatan menemuinya. Sebagai balasan upeti yang diberikan Kekaisaran Cina menyetujui untuk memberikan perlindungan pada kerajaan baru tersebut. [3]
Parameswara kemudian menganut agama Islam setelah menikahi putri Pasai. Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho pada 1409 menyiratkan bahwa pada saat itu Parameswara masih berkuasa, dan raja dan rakyat Melaka sudah menjadi muslim. [4]. Pada 1414 Parameswara digantikan putranya, Megat Iskandar Syah.[3][4]
Megat Iskandar Syah memerintah selama 10 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya, Raja Ibrahim, tampaknya tidak menganut agama Islam, dan mengambil gelar Seri Parameswara Dewa Syah. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah.
Di bawah pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah Melaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pantai timur Sumatera (Kampar dan Indragiri). Ini memancing kemarahan Siam yang menganggap Melaka sebagai bawahan Kedah, yang pada saat itu menjadi vassal Siam. Namun serangan Siam pada 1455 dan 1456 dapat dipatahkan.
Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur Syah, Melaka menyerbu Kedah dan Pahang, dan menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan yang sama Johor, Jambi dan Siak juga takluk. Dengan demikian Melaka mengendalikan sepenuhnya kedua pesisir yang mengapit Selat Malaka.
Mansur Syah berkuasa sampai mangkatnya pada 1477. Dia digantikan oleh putranya Alauddin Riayat Syah. Sultan memerintah selama 11 tahun, saat dia meninggal dan digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Syah. [5]
Mahmud Syah memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Serangan dimulai pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun 1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Putranya Muzaffar Syah kemudian menjadi sultan Perak, sedangkan putranya yang lain Alauddin Riayat Syah II mendirikan kerajaan baru yaitu Johor.
Daftar raja-raja Malaka
1. Parameswara (1402-1414)
2. Megat Iskandar Syah (1414-1424)
3. Sultan Muhammad Syah (1424-1444)
4. Seri Parameswara Dewa Syah(1444-1445)
5. Sultan Mudzaffar Syah (1445-1459)
6. Sultan Mansur Syah (1459-1477)
7. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488)
8. Sultan Mahmud Syah (1488-1528)

Kerajaan samudra pasai

Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, pada sekitar tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada tahun 1521. Raja pertama bernama Sultan Malik as-Saleh yang wafat pada tahun 696 H atau 1297 M[1], kemudian dilanjutkan pemerintahannya oleh Sultan Malik at-Thahir.
Kesultanan Samudera-Pasai juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah di Samudera pada tahun 1345. Ibn Batuthah bercerita bahwa Sultan Malik az-Zahir di negeri Samatrah menyambutnya dengan penuh keramahan. Menurut Ibn Batuthah, penduduk Samatrah (Samudera) menganut mazhab Syafi`i[2].
Belum begitu banyak bukti dan berita tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah[3].

Kerajaan Berau

Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[2] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.

Raja pertama
Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432[2] ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426[3] Dibawah pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan sebutan "Banua", di antaranya Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Dalam catatan sejarah, Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia adalah figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN).[2]
Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar
Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar[4] yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa) Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti. [5] Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar di masa Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berau salah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim upeti. [6] Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir serta Kutai, Berau dan Karasikan (Kaltara) sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. [4]


Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel (1750-1761) dibuat perjanjian antara Sultan Sepuh/Tamjidullah I (1734-1759) dari Banjar dengan Kompeni Belanda ditandatangani pada 20 Oktober 1756. Dalam perjanjian tersebut Kompeni Belanda akan membantu Sultan Tamjidullah I untuk menaklukkan kembali daerah Kesultanan Banjar yang telah memisahkan diri termasuk diantaranya Berau, negeri-negeri tersebut yaitu Berau, Kutai, Pasir, Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya masing-masing. Kalau berhasil maka Seri Sultan akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut dan selanjutnya Seri Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut untuk menyerahkan hasil dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni Belanda dengan perincian sebagai berikut :
1. Berau, 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
2. Kutai, 20 pikul sarang burung dan 40 pikul lilin.
3. Pasir, 40 tahil emas halus dan 20 pikul sarang burung, serta 20 pikul lilin
4. Sanggau, 40 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
5. Sintang, 60 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
6. Lawai, 200 tahil emas halus, dan 20 pikul sarang burung
• Sultan Adam
Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda yang diantara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.

Kerajaan Bone

Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Kesultanan Bugis, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.
Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666. Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte.
Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda, namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi. Di Bone, para raja bergelar Arumponé.
Daftar Arumpone Bone
1. Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424)
2. La Umassa Petta Panré Bessié [To' Mulaiyé Panreng] (1424-1441)
3. La Saliyu Karampéluwa/Karaéng Pélua'? [Pasadowakki] (1441-1470)
4. We Ban-ri Gau Daéng Marawa Arung Majang Makaleppié Bisu-ri Lalengpili Petta-ri La Welareng [Malajangngé ri Cina] (1470-1490)
5. La Tenri Sukki Mappajungngé (1490-1517)
6. La Uliyo/Wuliyo Boté'é [Matinroé-ri Itterung] (1517-1542)
7. La Tenri Rawe Bongkangngé [Matinroé-ri Gucinna] (1542-1584)
8. La Icca'/La Inca' [Matinroé-ri Adénénna] (1584-1595)
9. La Pattawe [Matinroé-ri Bettung] (15xx - 1590)
10. We Tenrituppu [Matinroé ri Sidénréng] (1590-1607)
11. La Tenrirua [Matinroé ri Bantaéng] (1607-1608)
12. La Tenripalé [Matinroé ri Tallo] (1608-1626)
13. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1626-1643)
14. Tobala', Arung Tanété Riawang, dijadikan regent oleh Gowa (1643-1660)
15. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1667-1672)
16. La Tenritatta Matinroé ri Bontoala' (Arung Palakka) Petta Malampe'é Gemme'na Daéng Sérang (1672-1696)
17. La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenri Bali Malaé Sanrang Petta Matinroé ri Nagauléng (1696-1714)
18. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiyat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1714-1715) (masa jabatan pertama)
19. La Padassajati/Padang Sajati To' Apaware Paduka Sri Sultan Sulaiman ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Béula] (1715-1720)
20. Bata-ri Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1715) (masa jabatan kedua)
21. La Pareppa To' Aparapu Sappéwali Daéng Bonto Madanrang Karaéng Anamonjang Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din (1720-1721). Ia menjadi Sultan Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone Bone, dan Datu Soppeng.
22. I-Mappaurangi Karaéng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi Sultan Gowa dengan gelar Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana.
23. La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampu Karaéng Biséi Paduka Sri Sultan 'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Biséi] (1724)
24. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1724-1738) (masa jabatan ketiga)
25. I-Danraja Siti Nafisah Karaéng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)
26. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1741-1749) (masa jabatan keempat)
27. La Temmassogé Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé ri-Malimongang] (1749-1775)
28. La Tenri Tappu To' Appaliweng Arung Timurung Paduka Sri Sultan Ahmad as-Saleh Shams ud-din [Matinroé-ri-Rompégading] (1775-1812)
29. La Mappatunru To Appatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin [Matinroé-ri Laleng-bata] (1812-1823)
30. I-Manéng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [Matinroé-ri Kassi] (1823-1835)
31. La Mappaséling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [Matinroé-ri Salassana] (1835-1845)
32. La Parénréngi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [Matinroé-ri Aja-bénténg] (1845-1858)
33. La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)???
34. La Singkeru Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [Matinroé-ri Lalambata] (1860-1871)
35. I-Banri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [Matinroé-ri Bola Mapparé'na] (1871-1895)
36. La Pawawoi Karaéng Sigéri [Matinroé-ri Bandung] (1895-1905)
37. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain (1931-1946) (masa jabatan pertama)
38. Andi Pabénténg Daéng Palawa [Matinroé-ri Matuju] (1946-1950)
39. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu Sri Sultan Husain [Matinroé-ri Gowa] (1950-1960) (masa jabatan kedua diangkat oleh belanda)

Kerajaan Tanah Hitu

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis didalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Sejarah
Hubungan dengan kerajaan lain
Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti Kesultanan Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di Jawa Timur dan Kesultanan Gowa di Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual (Seram Barat), Kerajaan Iha (Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kerajaan Makian.
Empat Perdana Hitu
Etimologi
Kata Perdana adalah asal kata dari Bahasa Sansekerta artinya Pertama. Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana Tanah Hitu.
Awal mula kedatangan
Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
Orang Alifuru
Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan menyebar ke Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Tana yang artinya Orang maka Alifuru artinya Orang Pertama.
Periode kedatangan Empat Perdana Hitu
Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
o Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :
Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah.
Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
o Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
o Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
o Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
o Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
3. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
4. Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Salat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu salat).
Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.
Penggabungan Empat Perdana Hitu
Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang – pendatang dari Ternate, Jalilolo, Obi, Makian dan Seram ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan Perdana Tanah Hitu, ke Empat Perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu Kerajaan.
Kemudian Empat Perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira satu kilo meter dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu) disitulah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi Pusat kegiatan kerajaan Tanah Hitu, bekasnya sampai sekarang adalah Pondasi Mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid pertama di Tanah Hitu, mesjid itu bernama Masjid Pangkat Tujuh karena struktur pondasinya tujuh lapis. Setelah itu Empat Perdana mengadakan pertemuan yang di sebut TATALO GURU (red: duduk guru)artinya kedudukan adat atas petunjuk UPUHATALA (ALLAH TA’ALA-- metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa seram), mereka bermusyawara untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipililah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan Empat Perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan Pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai Raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.
Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania,dalam bahasa Hitu Kuno Latu artinya Raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata Ile Isainyia artinya dia sendiri, maka Latu Sitania artinya Dia sendiri seorang Raja di Tanah Hitu, dalam bahasa Indonesia modern artinya Raja Penguasa Tunggal, sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali: latu berarti raja dan Sitania ( tanya,ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan buruk berraja.
Tujuh Negeri di Tanah Hitu
Sesudah terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu (Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).
Gabungan Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :
1. Negeri Soupele
2. Negeri Wapaliti
3. Negeri Laten
4. Negeri Olong
5. Negeri Tomu
6. Negeri Hunut
7. Negeri Masapal
Sastra bertutur
Kapatah Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu : Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o Hitu Upu-a Hata Tomu-a Upu-a Telu Nusa Hu’ul Amana Lima Laina Malono Lima Pattiluhu Mata Ena Artinya Tuan Emas Yang di Junjung (Raja Tanah Hitu) Hitu Empat Perdana Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Ken Tomu) Kampung Alifuru Lima Negeri Lima Keluarga dari Hoamual (Waliulu, Wail, Ruhunussa, Nunlehu, Totowalat)

Lane atau Kapatah (Sastra bertutur) dari klen Hunut dalam bahasa Hitu yang masih hidup sampai sekarang yang menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja Hitu):
“yami he’i lete, hei lete hunut – o
“yami he’i lete, hei lete hunut – o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
suli na silai salane kutika-o
suli na silai salane kutika-o
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
Artinya :
Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
Kami dari Hunut, Kami dari Hunut
Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
Negeri kami sudah kosong, Negeri kami sudah kosong,
Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Kami dibawah Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Waai sudah Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
Orang Suli Sampai Sekarang Belum datang bergabung
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
Pada pemerintahan Raja Mateuna’ Negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerjaan Tanah Hitu di Pindahkan ke Pesisir Pantai pada awal abad XV masehi kini Negeri Hitu sekarang, Raja Mateuna’ adalah Raja Kerajaan Tanah Hitu yang ke lima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira satu kilo meter dari negeri Hitu sekarang, beliau meninggal dunia pada 29 Juni 1634. Pada masa Raja Mateuna’ terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu, perlawanan fisik pada Perang Hitu- I Pada tahun 1520-1605 di pimpin oleh Tubanbessy-I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Jazirah Lei timur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur. Raja Mateuna meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan Ibunya berasal dari Negeri Soya Jazirah Leitimur (Hitu Selatan), beliau digantikan oleh Putranya yang ke dua yaitu Hunilamu menjadi Latu Sitania yang ke Enam (1637–1682). Sedangkan Putranya pertamanya Silimual ke Kerajaan Houamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin Perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai sekarang menjadi orang asli Negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu. Sesudah perginya Portugis Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan Benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki gunung wawane, maka Raja Hunilamu memerintahkan ketiga Perdananya mendirikan negeri baru untuk berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam), agar bisa membendung pengaruh Belanda di Tanah Hitu, Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya Hitu Baru, karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata Helo menjadi Hila yaitu Negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka Negeri Hitu berganti nama menjadi Negeri Hitu yang Lama. Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama V.O.C pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut, puncaknya terjadi Perang Hitu – II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya Perdana Jamilu dan Tubanbesi-2, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643 dan Kemudian perlawanan Terakhir yaitu perang Kapahaha 1643 - 1646 yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele menghilang, berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei Hitu. Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap Uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu di bagi menjadi dua administrasi yaitu Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devidet et impera) Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.
Negeri – Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri – negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682).Ketujuh Uli diantaranya :

1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu:
• Negeri Hitu
• Negeri Hila
Central Ulinya di Negeri Hitu

2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu:
• Negeri Tial
• Negeri Suli
• Negeri Tulehu
Central Ulinya di Negeri Tulehu

3.Uli Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu:
• Negeri Mamala
• Negeri Morela
• Negeri Liang
• Negeri Wai
Central Ulinya di Negeri Mamala

4.Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu :
• Negeri Kaitetu
Central Ulinya di Kaitetu

5.Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu :
• Negeri Wakal
Central Ulinya di Wakal

6.Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu :
• Negeri Seith
• Negeri Ureng
• Negeri Allang
Central Ulinya di Seith

7.Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu :
• Negeri Lima
Central Ulinya di Negeri Lima

Silsilah Upu Latu Sitania Kerjaan Tanah Hitu
1.ZAINAL ABIDIN (ABUBAKAR NASIDIQ)
2.MAULANA IMAM ALI MAHDUM IBRAHIM
3.PATTILAIN
4.POPO EHU’
5.MATEUNA
6.HUNILAMU (1637 – 1682)

Kerajaan Siak

Kesultanan Siak Sri Inderapura atau sering disebut sebagai Kesultanan Siak saja adalah kerajaan yang berdiri tahun 1723-1946 di daerah Provinsi Riau sekarang, tepatnya di Kabupaten Siak. Ibukotanya adalah Siak Sri Indrapura.
Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecik, putra kerajaan Pagaruyung yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah pada tahun 1723, setelah gagal merebut tahta Kesultanan Johor.
Setelah proklamasi kemerdekaan raja Siak terakhir Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia yang baru berdiri.
Daftar Sultan Siak

Upacara penobatan Sultan Siak di tahun 1899
Berikut adalah daftar sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
1. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I (1725-1746)
2. Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah II (1746-1765)
3. Sultan Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766)
4. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780)
5. Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782)
6. Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah (17821784)
7. Sultan Assaidis Asyarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810)
8. Sultan Asyaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815)
9. Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin (1815-1854)
10. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalil Syaifuddin I (Syarif Kasyim I, 1864-1889)
11. Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908)
12. Sultan Assyaidis Syarif Kasyim Abdul Jalif Syaifudin I (Syarif Kasyim II), (1915-1949)

Kerajaan Johor

Kesultanan Johor yang kadang-kadang disebut juga sebagai Johor-Riau atau Johor-Riau-Lingga adalah kerajaan yang didirikan pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah, putra sultan terakhir Melaka, Mahmud Syah. Sebelumnya daerah Johor-Riau merupakan bagian dari Kesultanan Melaka yang runtuh akibat serangan Portugis pada 1511.
Pada puncak kejayaannya Kesultanan Johor-Riau mencakup wilayah Johor sekarang, Pahang, Selangor, Singapura, Kepulauan Riau, dan daerah-daerah di Sumatera seperti Riau Daratan dan Jambi.
Sebagai balas jasa atas bantuan merebut tahta Johor Sultan Hussein Syah mengizinkan Britania pada 1819 untuk mendirikan pemukiman di Singapura. Dengan ditandatanganinya Traktat London tahun 1824 Kesultanan Johor-Riau dibagi dua menjadi Kesultanan Johor, dan Kesultanan Riau-Lingga. Pada tahun yang sama Singapura sepenuhnya berada di bawah kendali Britania. Riau-Lingga dihapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.
Pada tahun 1914, Sultan Ibrahim, dipaksa untuk menerima kehadiran Residen Britania. Dengan demikian Johor efektif menjadi koloni Mahkota Britania.
Johor menjadi salah satu negara bagian Malaysia ketika negara itu didirikan pada 1963.
Perang Segi Tiga
Sultan Alauddin Riayat Syah membangun sebuah kota di Johor Lama yang terletak di tebing Sungai Johor dan dari situ dia melancarkan serangan terhadap Portugis di Melaka. Baginda senantiasa bekerjasama dengan saudaranya di Perak dan juga dengan Sultan Pahang untuk merebut Malaka kembali.
Pada masa yang sama, di sebelah utara Sumatera, Kerajaan Aceh mulai mengembangkan pengaruhnya untuk menguasai Selat Melaka. Selepas kejatuhan Malaka kepada Portugis yang beragama Nasrani, pedagang-pedagang Muslim mula menjauhkan diri dari Malaka dan singgah di Aceh. Melihat keadaan itu Portugis merasa tersaingi karena hasil perdagangannya semakin berkurang.
Portugis dan Johor senantiasa berperang yang menyebabkan Aceh melancarkan serangan terhadap kedua kekuatan itu. Kebangkitan Aceh di Selat Melaka mengakibatkan Johor dan Portugis berdamai dan bekerjasama melemahkan Aceh. Tetapi setelah Aceh menjadi lemah, Johor dan Portugis kembali berperang.
Belanda di Melaka
Pada abad ke-17, Belanda tiba di Asia Tenggara. Belanda bukanlah sekutu atau kawan Portugis dan hal ini menyebabkan Belanda bersekutu dengan Johor untuk memerangi Portugis di Malaka. Akhirnya pada tahun 1641, Belanda dan Johor berhasil mengalahkan Portugis. Melaka kemudian menjadi milik Belanda sehingga Perjanjian Inggeris-Belanda 1824 ditandatangani.
Perang Johor-Jambi
Pada waktu Perang Segi Tiga, Jambi yang berada di bawah kekuasaan Johor menjadi tumpuan ekonomi dan politik. Pada tahun 1666, Jambi mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Johor dan di antara tahun 1666 hingga tahun 1673 terjadi peperangan antara Johor dan Jambi. Ibu kota Johor, Batu Sawar dihancurkan oleh tentara Jambi. Hal ini menyebabkan ibu kota Johor berpindah-randah.
Pada tahun 1679, Laksamana Tun Abdul Jamil menyewa pasukan upahan Bugis untuk bersama-sama dengan pasukan Johor menyerang Jambi. Tidak lama kemudian Jambi pun berakhir.
Krisis antara Johor dan Jambi bermula disaat kedua belah pihak berselisih paham mengenai perebutan kawasan yang bernama Tungkal. Pada masa ini Johor diperintah oleh Sultan Abdul Jalil Syah III dan pemerintahan lebih banyak dimainkan oleh Raja Muda. Dalam usaha untuk mendapatkan Tungkal dari tangan orang Jambi, orang Johor telah menghasut penduduk Tungkal untuk memberontak. Hal ini menimbulkan kemarahan Pemerintah Jambi. Namun kekuatan Johor yang disegani pemerintah Jambi pada waktu itu menyebabkan Jambi memilih untuk berdamai. Ketegangan antara Johor dan Jambi dapat diredakan karena perkawinan antara Raja Muda Johor dengan Puteri Sultan Jambi pada tahun 1659.
Namun persengketaan antara Johor dan Jambi kembali meletus dikarenakan tindakan kedua-dua pihak yang saling menghina kedaulatan kerajaan masing-masing. Johor kembali berperang dengan membawa 7 buah kapal untuk menyerang perkampungan nelayan Jambi pada bulan Mei 1667. Kegiatan perdagangan semakin merosot akibat perperangan yang terjadi karena tidak ada jaminan keselamatan kepada pedagang untuk menjalankan perdagangan di kawasan bergolak ini. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi kepada Johor. Puncak peristiwa peperangan ini terjadi saat Pengeran Dipati Anum mengetuai sebuah angkatan perang untuk menyerang dan memusnahkan Johor secara mengejutkan pada 4 April 1673. Serangan ini telah melumpuhkan sistem pemerintahan kerajaan Johor. Dalam usaha menyelamatkan diri, Raja Muda bersama seluruh penduduk Johor telah lari bersembunyi di dalam hutan. Bendahara Johor ditawan dan dibawa pulang ke Jambi.
Sultan Abdul Jalil Syah III juga melarikan diri ke Pahang. Baginda akhirnya meninggal dunia di sana pada 22 November 1677. Perperangan yang menyebabkan kekalahan kerajaan Johor ini telah mengakibatkan kerugian yang besar kepada Johor kerana Jambi telah bertindak merampas semua barang berharga milik kerajaan Johor termasuk 4 tan emas, sebagian besar senjata api yang merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Johor. Kehilangan senjata api dan tentara dalam jumlah besar menyebabkan kerajaan Johor tidak dapat berbuat apa-apa, dan hal ini secara tidak langsung meruntuhkan kerajaan Johor.Pengaruh Bugis dan Minangkabau
Sultan Mahmud Syah II wafat pada tahun 1699 tanpa meninggalkan harta warisan. Melihat keadaan itu, Bendahara Abdul Jalil melantik dirinya sebagai sultan baru yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV. Tetapi timbul ketidakpuasan di kalangan pembesar-pembesar lain atas perlantikan itu.
Orang Bugis yang memainkan peranan penting sewaktu Perang Johor-Jambi mempunyai pengaruh yang kuat di Johor. Selain daripada orang Bugis, orang Minangkabau juga mempunyai pengaruh yang kuat. Orang Bugis dan Minangkabau percaya dengan kematian Sultan Mahmud II, mereka dapat mengembangkan pengaruh mereka di Johor. Di kalangan orang Minangkabau terdapat seorang putra dari Siak yaitu Raja Kecil yang mengaku dirinya sebagai pewaris tunggal Sultan Mahmud II. Raja Kecil menjanjikan kepada orang Bugis bahwa apabila mereka menolongnya menaiki tahta kerajaan, dia akan melantik ketua orang-orang Bugis sebagai Yam Tuan Muda Johor. Pada waktu itu orang-orang Bugis telah pergi ke Selangor untuk mengumpulkan orang-orangnya sebelum melancarkan serangan. Namun pada tahun 1717, Raja Kecil dan pasukan Minangkabau dari Siak telah menyerang Johor terlebih dahulu setelah terlalu lama menunggu kedatangan orang-orang Bugis. Pada 21 Maret 1718, Raja Kecil telah menawan Panchor. Raja Kecil melantik dirinya sebagai Yang Dipertuan Johor dan bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I. Setelah Raja Kecil berhasil menduduki tahta Johor, orang-orang Bugis datang menuntut janji untuk dilantik sebagai Yam Tuan Muda. Permintaan ini tidak dipenuhi Raja Kecil karena orang-orang Bugis tidak memberikan bantuan sebagaimana yang diminta oleh Raja Kecil.
Tidak puas dengan pelantikan Raja Kecil, bekas Bendahara Abdul Jalil meminta Daeng Parani, pemimpin orang Bugis, untuk menolongnya mendapatkan tahta. Permintaan ini disetujui orang-orang Bugis karena mereka juga kecewa tidak dapat menuntut jabatan Yam Tuan Muda. Pada tahun 1722, Raja Kecil terpaksa meletakkan tahta karena pengaruh Bugis. Anak Bendahara Abdul Jalil kemudiannya dilantik menjadi sultan dengan gelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah. Tetapi Sultan Sulaiman hanyalah seorang sultan boneka yang tidak mempunyai kekuasaan karena Daeng Merewah yang memegang kuasa sebagai Yamtuan Muda.
Raja-raja Johor
[sunting] Raja-raja Kesultanan Johor-Riau (1528-1824)
1. 1528-1564: Sultan Alauddin Riayat Syah II (Raja Ali/Raja Alauddin)
2. 1564-1570: Sultan Muzaffar Syah II (Raja Muzafar/Radin Bahar)
3. 1570-1571: Sultan Abd. Jalil Syah I (Raja Abdul Jalil)
4. 1570/71-1597: Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (Raja Umar)
5. 1597-1615: Sultan Alauddin Riayat Syah III (Raja Mansur)
6. 1615-1623: Sultan Abdullah Ma'ayat Syah (Raja Mansur)
7. 1623-1677: Sultan Abdul Jalil Syah III (Raja Bujang)
8. 1677-1685: Sultan Ibrahim Syah (Raja Ibrahim/Putera Raja Bajau)
9. 1685-1699: Sultan Mahmud Syah II (Raja Mahmud)
10. 1699-1720: Sultan Abdul Jalil IV (Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil)
11. 1718-1722: Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil/Yang DiPertuan Johor)
12. 1722-1760: Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Raja Sulaiman/Yang DiPertuan Besar Johor-Riau)
13. 1760-1761: Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah
14. 1761: Sultan Ahmad Riayat Syah
15. 1761-1812: Sultan Mahmud Syah III (Raja Mahmud)
16. 1812-1819: Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah (Tengku Abdul Rahman)

Kerajaan Inderapura

Kerajaan Inderapura merupakan kerajaan yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan sekarang, di dekat perbatasan dengan provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Pada prakteknya Inderapura berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya.
Kerajaan ini pada masa jayanya meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang di utara sampai Sungai Hurai di selatan. Produk terpenting Inderapura adalah lada, dan juga emas.
Dari segi usia sebenarnya kerajaan ini lebih duluan muncul daripada kerajaan Pagaruyung tapi di kemudian hari kerajaan Pagaruyung melakukan ekspansi ke wilayah Pesisir Bandar Sepuluh melalui Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Dan dari segi historis geneologis, raja-raja kerajaan ini masih bertali darah dengan raja-raja Minangkabau di Luhak Tanah Datar yang sudah memerintah sebelum kerajaan Pagaruyung didirikan di Pagaruyung.
Asal Usul Penduduk
Penduduk Inderapura berasal dari beberapa daerah asal seperti umumnya masyarakat Bandar Sepuluh atau nagari yang lain di Pesisir Selatan. Ada tiga gelombang kedatangan leluhur masyarakat Inderapura yaitu :
1. Delapan keluarga dari Pariangan Padang Panjang yang kemudian dikenal sebagai Salapan Nan di Tangah
2. Enam keluarga dari Sungai Pagu yang disebut juga Anam di Ilia.
3. Enam keluarga dari daerah lain misalnya Kerinci, Muko-muko (Bengkulu).
Disamping itu terdapat pula keturunan Jawa, Bugis dan Malaka di Inderapura.
Setelah Kerajaan Inderapura runtuh, sebagian penduduk dan ahli waris kerajaan ada yang melarikan diri ke Air Bangis, Pasaman dan mendirikan pula kerajaan kecil disana.
Pemerintahan
Pada akhir abad ketujuh belas pusat wilayah Inderapura, yang mencakup lembah sungai Airhaji dan Batang Inderapura, terdiri atas dua puluh koto. Masing-masing koto diperintah oleh seorang menteri, yang berfungsi seperti penghulu di wilayah Minangkabau lainnya.
Daerah Anak Sungai, yang mencakup lembah Manjuto dan Airdikit (disebut sebagai Negeri Empat Belas Koto), dan Muko-muko (Lima Koto). Sistem pemerintahan di sini tak jauh berbeda.
Di bagian paling selatan pemerintahan dilakukan sesuai dengan adat Sumatera Selatan. Desa-desa berada di bawah wewenang peroatin (kepala yang bertanggung jawab menyelesaikan sengketa di muara sungai). Peroatin ini pada awalnya berjumlah 59 orang (peroatin nan kurang satu enam puluh).
Para menteri dan peroatin ini tunduk pada kekuasaan raja atau sultan.
Pada penghujung abad ketujuh belas para peroatin masih berfungsi sebagai kepala wilayah. Namun tugas-tugas menteri mulai bergeser seiring dengan proses terlepasnya Inderapura menjadi kerajaan terpisah dari Pagaruyung. Menteri Dua Puluh Koto di Inderapura bertindak sebagai penasihat kerajaan. Menteri Empat Belas Koto bertugas mengatur rumah tangga istana, sedangkan Menteri Lima Koto bertanggung jawab atas pertahanan.
Berdirinya Kesultanan Inderapura (1100 - 1911 M)
Kesultanan Indrapura berdiri di atas keruntuhan Kerajaan Lama Indrapura yakni periode Kerajaan Teluk Air Pura abad IX SM - XII M (80 SM - 1100 M). Tidak disebut nama pendirinya kecuali Pimpinan Adat. Ada disebut tahun 134 SM lahir Indo Juita kemudian tahun 110 SM menikah dengan Indera Jati, moyang Inderapura dan melahirkan keturunan raja-raja.
Pada episode berikutnya Zatullahsyah datang ke Air Pura dan mendirikan Kerajaan Air Puradi Teluk Air Pura pada awal abad ke-12. Wilayahnya adalah Muara Campa, Air Puding dan Air Pura dekat Muara Air Sirah dan Sungai Bantaian Nagari Inderapura sekarang. Basis perekonomian rakyat tani (ladang) dan nelayan serta mencari hasil hutan. Masa pemerintahan Zatullahsyah datang 3 orang anak saudara kandungnya (Hidayatullahsyah). Tidak lama di Air Pura, Sri Sultan Maharaja Diraja mendapat perintah Zatullahsyah, pergi ke Gunung Marapi, didampingi seorang temannya bergelar Cati Bilang Pandai dan dibantu putra sepupunya Sultan Muhammadsyah (putra dari perkawinanan Zatullahsyah dengan Dewi Gando Layu). Di sana ia mendirikan kerajaan di Parhyangan (Pariangan) yang disebut sebagai nagari asal sebagaimana halnya Air Pura. Sri Sultan Maharaja Diraja kawin dengan Puti Jamilan dan melahirkan beberapa orang anak.
Periode Air Pura & Inderajati (1100 – 1500 M)
• Raja Indrayana (pangeran mualaf dari Sriwijaya) & Sultan Indrasyah Galomatsyah
Kerajaan Inderapura disebut pula sebagai Kerajaan Air Pura yang mengalami 4 episode sejarah. Dua episode I (Kerajaan Air Pura - Indrajati) dan dua episode II (Kesultanan Indrapura - Era Regen). Dua episode I Kerajaan Air Pura dilanjutkan oleh kepemimpinan Kerajaan Indrajati (Indra di Laut) abad XII - XVI (1100 - 1500). Berawal dari datangnya Indrayana disebut putra mahkota Kerajaan Sriwijaya yang terusir karena masuk Islam, menetap di Pasir Ganting dan mendirikan Kerajaan Indrajati. Ia mengangkat dirinya sebagai raja pertama kemudian putranya bernama Indrasyah Sultan Galomatsyah melanjutkan sebagai raja kedua. Dalam perjalanannya kerajaan ini pernah diincar ekspedisi Pamalayu I (1247) di samping Kerajaan Dharmasraya, (Kerajaan Siguntur) yang kemudian menjelma menjadi Kerajaan Pagaruyung (1343).
Periode Kesultanan Inderapura (1500 - 1824 M)
1.
1. Sultan Iskandar Johan Berdaulatsyah
2. Usmansyah Sultan Firmansyah (1534 - 1556),
3. Sultan Jamalul Alam YDD Sultan Sri Gegar Alamsyah Sultan Muhammadsyah (1560),
4. Sultan Zamzamsyah Sultan Muhammadsyah , 1600-1635,
5. Sultan Khairullahsyah Sultan Muhammadsyah (1635-1660),
6. Sultan Bangun Sri Sultan Gandamsyah,
7. Sri Sultan Daulat Pesisir Barat,
8. Inayatsyah (1640),
9. Sultan Mal(z)afarsyah Kerajaan Indrapura (1660-1687),
10. Marah Amirullah Sultan Firmansyah. Sesudah ini memakai kata “Raja” menggantikan kata “sultan”
11. Raja Adil (1680),
12. Marah Akhirullah Sultan Muhammadsyah (w.1838). Sesudah ini 2 kali Inderapura dipimpin seorang Ratu
13. Raja Perempuan Puti Rekna Candra Dewi, (Puti Rekna = Putri Ratna = Puti Reno gelar putri di Pagaruyung).
14. Raja Perempuan Puti Rekna Alun (Tuanku Padusi Nan Gepuk), (31) Raja Gedang di Mukomuko. Kembali memakai kata “sultan”
15. Sultan Syahirullahsyah Sultan Firmansyah (1688-1707),
16. Sultan Zamzamsyah Sultan Firmansyah Tuanku Pulang Dari Jawa berhubungan dengan Kesultanan Jogyakarta (1707-1737). Mungkin sezaman dengan kejayaan Yogyakarta
17. Sultan Indar Rahimsyah Sultan Muhammadsyah Tuanku Pulang Dari Jawa (1774-1804),
18. Sultan Inayatsyah Sultan Firmansyah, 1804-1840,
19. Sultan Muhammad Jayakarma (1818 - 1824),menyerap kembali nama-nama zaman Sriwijaya (Sanskerta)
20. Sultan Takdir Khalifatullah Inayatsyah,
Berkembangnya Inderapura
Salah satu makam raja Inderapura
Inderapura dikenal juga sebagai Ujung Pagaruyung. Dengan melemahnya kekuasaan Pagaruyung selama abad kelima belas, seperti daerah-daerah pinggiran Minangkabau lainnya, antara lain Indragiri dan Jambi, Inderapura dibiarkan mengurus dirinya sendiri.
Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian besar beralih ke pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi Inderapura terutama ditunjang oleh lada.
Saat tepatnya Inderapura mencapai status negeri merdeka tidak diketahui dengan pasti. Namun diperkirakan ini bertepatan dengan mulai maraknya perdagangan lada di wilayah tersebut. Pada pertengahan abad keenam belas didorong usaha penanaman lada batas selatan Inderapura mencapai Silebar (sekarang di propinsi Bengkulu). Pada masa ini Inderapura menjalin persahabatan dengan Banten dan Aceh. Saat itu Kesultanan Aceh sudah melakukan ekspansi sampai wilayah Pariaman.
Persahabatan dengan Aceh dipererat dengan ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura, dengan Sri Alam Firman Syah, saudara raja Aceh saat itu, Sultan Ali Ri'ayat Syah (1568-1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan ekonominya Inderapura mendapat pengaruh besar di Kotaraja (Banda Aceh). Hulubalang dari Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri'ayat Syah, sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan dengan dukungan para ulama.
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588 saudara Raja Dewi memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri'ayat Syah II, sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik ulama Aceh.[1]
Kemerosotan
Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), seraya memerangi negeri-negeri penghasil lada di Semenanjung Malaya, Aceh berusaha memperkuat cengkeramannya atas monopoli lada dari pantai barat Sumatera. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai panglima)di Tiku dan Pariaman atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat pelabuhan di utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan, Silebar, yang biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat Banten.
Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini memancing kemarahan Iskandar Muda yang mengirim armadanya pada 1633 untuk menghukum Inderapura. Raja Putih yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati beserta beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke Kotaraja. Aceh menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja menggantikan Raja Putih.
Di bawah pengganti Iskandar Muda, Sultan Iskandar Tsani kendali Aceh melemah. Pada masa pemerintahan Ratu Tajul Alam pengaruh Aceh di Inderapura mulai digantikan Belanda (VOC).[1]
Dominasi VOC diawali ketika Sultan Muhammadsyah meminta bantuan Belanda memadamkan pemberontakan di Inderapura pada tahun 1662. Pemberontakan ini menyebabkan Sultan Inderapura terpaksa melarikan diri beserta ayahnya, Raja Malfarsyah, dan kakak iparnya, Raja Sulaiman. Sebagai imbalan dijanjikan hak monopoli pembelian lada, dan hak pengerjaan tambang emas.
Sebagai reaksi terhadap serbuan rakyat ke kantor dagang di Inderapura tanggal 6 Juni 1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan yang tidak hanya membunuhi dan merampok penduduk tetapi juga memusnahkan semua tanaman lada yang merupakan sandaran ekonomi Inderapura. Keluarga raja Inderapura mengungsi ke pegunungan. VOC mengangkat Sultan Pesisir sebagai raja.
Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Pesisir. Raja Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).[2]

kerajaan perlak

Kerajaan Perlak
Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292. Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arab dan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.

Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.[1]
Chu-fan-chi, yang ditulis Chau Ju-kua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa.[2] Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.[3]
Perkembangan dan pergolakan
Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.[4]
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:
• Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988)
• Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:
• Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).
• Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
Sultan-sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti: dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat. Berikut daftar sultan yang pernah memerintah Perlak.
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 – 864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 – 888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 – 918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928 – 932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 – 956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat [5] (986 – 1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 – 1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 – 1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 – 1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 – 1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 – 1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 – 1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 – 1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 – 1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230 – 1267)
18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)

Selasa, 26 Oktober 2010

Puisi

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943
Jika kita sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila kita sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan kita

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

kita hanya dekat dengan mereka yang kita
sukai. Dan seringkali kita menghindari orang
yang tidak tidak kita sukai, padahal dari dialah
kita akan mengenal sudut pkitang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan

Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan

Jangan menolak perubahan hanya karena kita
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya kita merendahkan nilai yang bisa
kita capai melalui perubahan itu

kita tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
kita berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama kita. kita akan disebut baru, hanya bila
cara-cara kita baru

Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
kita tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap kita salah

Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda

Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, kita akan
punya kesempatan untuk bersikap berani

Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. kita akan menjadi lebih damai bila yang
kita pikirkan adalah jalan keluar masalah.

Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian kita dapat

Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan

Bila kita belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat kita, bakatilah apapun pekerjaan
kita sekarang. kita akan tampil secemerlang
yang berbakat

Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita
ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru ? Melakukan yang belum
kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan

Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin.
Dengan mencoba sesuatu yang tidak
mungkin,kita akan bisa mencapai yang terbaik
dari yang mungkin kita capai.

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup
adalah membiarkan pikiran yang cemerlang
menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang
mendahulukan istirahat sebelum lelah.

Bila kita mencari uang, kita akan dipaksa
mengupayakan pelayanan yang terbaik.
Tetapi jika kita mengutamakan pelayanan yang
baik, maka kitalah yang akan dicari uang

Waktu ,mengubah semua hal, kecuali kita. Kita
mungkin menua dengan berjalanannya waktu,
tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri

Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang baik. Jangan menjadi
orang tua yang masih melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat muda.

Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat
berharga. Memilik waktu tidak menjadikan kita
kaya, tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua kekayaan

Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup,
pintu yang lain dibukakan.
Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama
pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
pintu lain yang dibukakan bagi kita.

Dalam hidup,terkadang kita lebih banyak
mendapatkan apa yang tidak kita inginkan.
Dan ketika kita mendapatkan apa yang kita
inginkan, akhirnya kita tahu bahwa yang kita
inginkan terkadang tidak dapat membuat
hidup kita menjadi lebih bahagia

Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,
pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi.
Jadilah seperti yang kamu inginkan,
kerna kamu hanya memiliki satu kehidupan dan
satu kesempatan untuk melakukan hal-hal
yang ingin kamu lakukan.

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa
lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak
dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan
kamu sampai kamu melupakan kegagalan
kamu dan rasa sakit hati.

Waktu kamu lahir, kamu menangis dan
orang-orang di sekelilingmu tersenyum.
Jalanilah hidupmu sehingga pada
waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
orang-orang di sekelilingmu menangis.

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan
untuk membuat kamu bahagia, cukup
cubaan untuk membuat kamu kuat, cukup
penderitaan untuk membuat kamu menjadi
manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan
untuk membuat kamu positif terhadap kehidupan.

Yang memimpin wanita bukan akalnya, melainkan hatinya.

Hari ini bila ia datang, jangan biarkan ia berlalu pergi.
Esok kalau ia masih bertandang,
jangan harap ia akan datang kembali

Sesuatu yang baik, belum tentu benar.
Sesuatu yang benar, belum tentu baik.
Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga.
Sesuatu yang berharga/berguna,
belum tentu bagus.

Agama menjadi sendi hidup, pengaruh
menjadi penjaganya. Kalau tidak bersendi,
runtuhlah hidup dan kalau tidak berpenjaga,
binasalah hayat. Orang yang terhormat itu
kehormatannya sendiri melarangnya
berbuat jahat. -Pepatah Arab

Jangan tertarik kepada seseorang
kerna parasnya, sebab keelokan paras
dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik
kepada kekayaannya kerna kekayaan dapat
musnah. Tertariklah kepada seseorang yang
dapat membuatmu tersenyum, kerna hanya
senyum yang dapat membuat hari-hari
yang gelap menjadi cerah.

Sungguh benar bahwa kita tidak tahu
apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya,
tetapi sungguh benar pula bahwa kita
tidak tahu apa yang belum pernah
kita miliki sampai kita mendapatkannya.

Masa depan yang cerah selalu tergantung
pada masa lalu yang dilupakan.
Kita tidak dapat meneruskan hidup dengan
baik jika tidak dapat melupakan
kegagalan dan sakit hati di masa lalu.

Tentang Waktu

Ambillah waktu untuk berfikir,
itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk bermain,
itu adalah rahsia dari masa muda yang abadi.
Ambillah waktu untuk berdoa,
itu adalah sumber ketenangan.
Ambillah waktu untuk belajar,
itu adalah sumber kebijaksanaan.

Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai
itu adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan.
Ambillah waktu untuk bersahabat,
itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk tertawa,
itu adalah musik yang menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk memberi,
itu adalah membuat hidup terasa bererti.
Ambillah waktu untuk bekerja,
itu adalah nilai keberhasilan.
Ambillah waktu untuk beramal,
itu adalah kunci menuju syurga.

Harta yang paling menguntungkan ialah SABAR.
Teman yang paling akrab adalah AMAL.
Pengawal peribadi yang paling waspada DIAM.
Bahasa yang paling manis SENYUM.
Dan ibadah yang paling indah tentunya KHUSYUK.

Wanita yang cantik tanpa peribadi
yang mulia ,umpama kaca mata yang
bersinar-bersinar, tetapi tidak melihat apa-apa

Jangan sekali-kali kita meremehkan
sesuatu perbuatan baik walaupun
hanya sekadar senyuman.

Anda bukan apa yang anda fikirkan
tentang anda, tetapi apa
yang anda fikirkan itulah anda

Hidup tak selalunya indah tapi
yang indah itu tetap hidup
dalam kenangan.

Hidup memerlukan pengorbananan.
Pengorbanan memerlukan perjuangan.
Perjuangan memerlukan ketabahan.
Ketabahan memerlukan keyakinan.
Keyakinan pula menentukan kejayaan.
Kejayaan pula akan menentukan kebahagiaan.

Kekayaan bukanlah satu dosa dan
kecantikan bukanlah satu kesalahan.
Oleh itu jika anda memiliki kedua-duanya
janganlah anda lupa pada Yang Maha Berkuasa.

Sampan tidak akan dapat belayar di
padang pasir betapa pun jua
empuknya pasir itu -Pepatah Arab

Perjalanan seribu batu bermula
dari satu langkah.- Lao Tze

Kalaulah anda tidak mampu untuk
menggembirakan orang lain,
janganlah pula anda menambah dukanya.

Gantungkan azam dan semangatmu
setinggi bintang di langit dan
rendahkan hatimu serendah mutiara di lautan

Saya percaya, esok sudah tidak boleh
mengubah apa yang berlaku hari ini,
tetapi hari ini masih boleh mengubah
apa yang akan terjadi pada hari esok
Jika anda sedang benar, jangan
terlalu berani dan bila anda sedang
takut, jangan terlalu takut. Karena
keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda

Tugas kita bukanlah untuk berhasil.
Tugas kita adalah untuk mencoba,
karena didalam encoba itulah kita
menemukan dan belajar
membangun kesempatan untuk berhasil

Anda hanya dekat dengan mereka
yang anda sukai. Dan seringkali
anda menghindari orang yang tidak
tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru

Orang-orang yang berhenti belajar akan
menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang
yang masih terus belajar,
akan menjadi pemilik masa depan